Penulis : Dr. Hj. Mil Hasanah, M. Ag dan Siti Shalilah, S.Pd., M.S
Editor : Hafizah Tamimah
Tahun : 2023
Masyarakat saat ini paling tidak menghadapi dua tantangan; Pertama, kecenderungan sebagian kalangan umat Islam untuk bersikap ekstrem dan ketat dalam memahami teks-teks keagamaan dan mencoba memaksakan cara tersebut di tengah masyarakat muslim, bahkan dalam beberapa hal menggunakan kekerasan; Kedua, kecenderungan lain yang juga ekstrem dengan bersikap longgar dalam beragama dan tunduk pada perilaku serta pemikiran negatif yang berasal dari budaya dan peradaban lain (Jafari, Krauss, and Suandi 2016; Resufle and Rofiki 2022; Salsabila et al. 2022). Mereka mengutip teks-teks keagamaan (Al-Qur’an dan Hadits) dan karya-karya ulama klasik (turats) sebagai landasan dan kerangka pemikiran, tetapi menerapkan pemahaman secara tekstual dan menyimpang dari konteks kesejarahan. Sehingga, mereka seperti generasi yang terlambat lahir, sebab hidup di tegah masyarakat modern dengan cara berfikir generasi terdahulu (Del Castillo 2013; Fauziah et al. 2023; Latif 2022).
Kemudian muncul konsep moderasi beragama. Ada tiga tantangan yang harus dihadapi dalam proses penguatan Moderasi Beragama (Brouwer and Carhart-Harris 2021; Et al. 2021; Gufron 2019; Thohiri 2021). Pertama, berkembangnya pemahamaan dan pengamalan keagamaan yang berlebihan, melampaui batas, dan ekstrim, sehingga malah bertolak belakang dengan esensi ajaran agama (Duryat 2019). Esensi ajaran agama adalah memanusiakan manusia. Pemahaman keagamaan disebut berlebihan dan ekstrem, jika justru mengingkari nilai kemanusiaan dengan mengatasnamakan agama. Kedua, Muncul klaim kebenaran atas tafsir agama, ada sebagian orang yang merasa paham tafsir keagamaannya sajalah yang paling benar, lalu memaksa orang lain yang berbeda untuk mengikuti pahamnya, bahkan bila perlu dengan menggunakan cara paksaan dan kekerasan (Di and Sekolah 2021; Hafsah 2016; Kholik 2017). Ketiga, pemahaman yang justru merongrong atau mengancam, bahkan merusak ikatan kebangsaaan (Rusnaini et al. 2021).
Hasil penelitian dari Setara Institut pada tahun 2017 menyatakan bahwa Banjarmasin masuk kota yang intoleran. Dari 94 kota di Indonesia yang mereka teliti, organisasi yang bergerak pada bidang kebebasan beragama dan berkeyakinan ini menyebut Kota Banjarmasin masuk dalam 10 besar kota yang punya tingkat toleransi rendah. Dengan skor 3,55, Banjarmasin menduduki peringkat 8. Meskipun perkembangan berikutnya hasil survey ada tahun 2022, menyebutkan dari 10 kota besar, Banjarmsin tidak termasuk kota toleran, tapi juga masuk kategori kota toleran. Berdasarkan hasil penelitian tersebut perlu dilakukan antisipasi sejak dini untuk menangkal hal-hal yang tidak diinginkan dengan penguatan karakter sejak dini.
Sedangkan Madrasah Ibtidaiyah menghadap tantangan Era Revolusi 4.0 dan dan Era Society 5.0 (Nugraha 2019; Rozi 2020; Ulil Amri Syafri 2019). Ditandai dengan kehadiran robot, artificial intelligence, machine learning, biotechnology, blockchain, internet of things (loT), serta driverless vehicle (Abdurahman Jemani and M. Afif Zamroni 2020; Duryat 2019; Lisnawati 2020). Maka, Madrasah Ibtidaiyah perlu beradaptasi dari aspek pola belajar, pola berpikir serta tuntutan untuk berinovasi dan berkreasi untuk menciptakan generasi bangsa yang unggul dan kompetetif.
Bentuk-Bentuk talntalngaln yang perlu diantisipasi oleh Madrasah Ibtidaiyah di antaranya: [1] talntalngaln di bidalng politik. keberaldalaln Madrasah Ibtidaiyah beraldal paldal di wilalyalh negara Indonesia halrus seralsi dengaln perjualngaln nalsionall yalng berlalndalskaln fallsalfalh yang ada di negara Indonesia (Erdiç 2021; Zwiener-Collins et al. 2023). Malkal, Madrasah Ibtidaiyah halrus mengikuti prosedur yalng ditetalpkaln oleh pemerintalh dallalm Undalng-Undalng Sistem Pendidikaln Nalsionall untuk mencalpali tujualn perjualngaln nalsionall balngsal. [2] Talntalngaln bidalng kebudalyalaln. Proses alkulturalsi yalitu perpaldualn altalu salling berbalur alntalr budalyal(Hermawan and Pradita 2020) (Hermawan and Pradita 2020). Malkal perlu sikalp selektif yalng cerdals. [3] Talntalngaln ilmu pengetalhualn daln teknologi. Eral informalsi daln Eral globallisalsi memerlukaln pengualsaln teknologi (Lindquist 2022; Oviyanti 2016; Ulum et al. 2021). Malkal, tujualn pendidikan pada Madrasah Ibtidaiyah tidalk cukup jikal halnyal memberikaln bekall pengetalhualn, keteralmpilaln daln ketalkwalaln saljal. Talpi jugal halrus dialralhkaln paldal upalyal melalhirkaln malnusial yalng kreraltif, inovaltif, malndiri, daln produktif, Selalin itu, revolusi belaljalr tidalk bisal dihindalri untuk survive di dunial yalng salngalt kompetetif. [4] Talntalngaln bidalng ekonomi (Simabur 2022; Zhao, Chapman, and O’Donoghue 2023; Zwiener-Collins et al. 2023). Paldal Eral ini kekualtaln ekonomi (ekonosfer) seseoralng terletalk paldal kemampuan memperoleh informalsi. Seseoralng yalng memiliki informalsi alkaln lebih memiliki pelualng dalripaldal yalng tidalk talhu informalsi.[6] Talntalngaln di bidalng sistem nilali (El-Laudza 2021; Masquillier, De Bruyn, and Musoke 2021; R 2018; Reece and Hulse 2019). Pergerseraln nilali, seperti munculnyal budalyal malteriallis, lunturnyal kultur kebalngsalaln alkilatbat kulturalsi budalyal. Malkal, Madrasah Ibtidaiyah halrus dinalmis daln konstruktif dallalm melalkukaln perubalhaln daln pembalhalrualn (Malisi 2017).
Character Building sangat penting dalam dunia pendidikan agar dapat beradaptasi dengan perubahan zaman (Hasanah 2021; Hasanah, Ikhwan Al Badar, and Ikhsan Al Ghazi 2022; Ismail and Ma’rifah 2018; Nasih et al. 2020; Pienimäki, Kinnula, and Iivari 2021). Character Building menjadi landasan untuk mewujudkan visi pembangunan nasional agar terealisasi masyarakat berakhlak mulia, bermoral, beretika, berbudaya dan beradab berdasarkan falsafah Pancasila. Pemerintah Indonesia mulai mencanangkan character building sejak tahun 2010 melalui Kemendikbud dan diterapkan mulai dari Sekolah Dasar sampai Perguruan Tinggi. (Bariah 2021).
Kemudian Pemerintah meluncurkan Kurikulum Merdeka yang direncanakan sudah digunakan oleh semua Lembaga Pendidikan di seluruh Indonesia pada tahun 2024 yang akan datang (Nurman, Yusriadi, and Hamim 2022). Yogi Anggraena dari Pusat Kurikulum dan Pembelajaran BSKAP, Kemendikbudristek menyebutkan bahwa pada Kurikulum Merdeka, character building dan kompetensi menjadi fokus utama yang diwujudkan melalui Profil Pelajar Pancasila. Karena berdasarkan evaluasi yang diperoleh oleh Kemendikbud yang menunjukkan bahwa dalam 20 tahun terakhir kemampuan peserta didik di Indonesia dalam aspek penalaran belum terbangun dengan optimal.
Pelajar Pancasila merupakan perwujudan pelajar Indonesia yaitu menjadi pelajar sepanjang hayat yang mempunyai kompetensi global dan bertingkah laku sesuai dengan nilai-nilai Pancasila (Rachmawati et al. 2022; Rahayuningsih 2022; Septinaningrum et al. 2022; Wijayanti et al. 2022). Pelajar Pancasila memiliki enam karakteristik utama, yaitu beriman, bertaqwa kepada Tuhan, berakhlak mulia, berkebinekaan global, bergotong royong, mandiri, memiliki nalar kritis dan kreatif. Sehingga SKL terintegrasi Profil Pelajar Pancasila menjadi acuan tiga kurikulum di masa transisi ini, yakni Kurikulum 2013, kurikulum Darurat dan Kurikulum Merdeka (Jusuf et al. 2019; Makhful 2018; Mujahid 2021).
Kemudian, Madrasah Ibtidaiyah berupaya membangun karakter Profil Pelajar Rahmatan lil’Alamin (Muhammad Faizin n.d.). Adapun profil pelajar Rahmatan lil ‘Alamin menurut Hanun Asrohah, akademisi dari UINSA memaparkan bahwa istilah ini kekhususan di Kementerian Agama yang dikhususkan untuk internalisasi moderasi beragama sehingga bisa diimplemetasikan pada aktivitas terprogram dalam proses pembelajaran atau pada pembiasaan dalam mendukung sikap moderat (Hidayah and Suyitno 2021; Muhammad Faizin n.d.; Rachmawati et al. 2022a). Ada 10 nilai yang menjadi dasar pada profil Pelajar Rahmatan lil ‘Alamin yakni: ta’addub, qudwah, muwathanah, tawassut, tawazun, i’tidal, musawah, syura, tasamuh, dan tathawwur wa ibtikar (Faizin, 2022)). Alokasi waktu pada program penguatan Profil Pelajar Rahmatan lil’Alamin adalah 20-30 persen dari seluruh jam pelajaran selama 1 tahun dan terintegrasi dengan program penguatan Profil Pelajar Pancasila.
Madrasah Ibtidaiyah di Kalimantan Selatan berjumlah 531 buah (Badan Pusat Statistik Provinsi Kalimantan Selatan per 07 Januari 2022, n.d.). Secara bertahap juga sedang proses implementasi moderasi beragama dengan program profil pelajar rahmatan lil ‘alamin. Maka Madrasah Ibtidaiyah masih memerlukan berbagai ide-ide kreatif dan inovatif untuk mensukseskan program tersebut.
Guru di Madrasah Ibtidaiyah memiliki beberapa masalah dan tantangan pada saat menerapkan program pemerintah terkait dengan Kurikulum Merdeka (Mi and Blitar 2021; Muslimin and Ruswandi 2022; Sajidan et al. 2022; Suryanti, Widodo, and Budijastuti 2020; W et al. 2020). Masalah tersebut diantaranya: tidak punya pengalaman dengan kemerdekaan belajar, keterbatasan referensi, akses yang dimiliki dalam pembelajaran, manajemen waktu, kompetensi atau skill yang belum memadai. Guru sebagai garda terdepan senatiasa berupaya mengembangankan berbagai model pembelajaran di Madrasah Ibtidaiyah untuk dapat mendukung program Profil Pelajar Rahmatan Lil ‘Alamin.
Dampak Revolusi Pendidikan 4.0 karakter siswa kembali perlu dipertanyakan. Semakin marak kasus kriminalitas, perusakan lingkungan, pelanggaran hak asasi manusia, pergaulan bebas, pornografi, tawuran antar pelajar, kerusuhan serta korupsi (El-Laudza 2021; Nuryani and Handayani 2020; Putra 2019; Rozi 2020; Sakinah and Dewi 2021; Uspayanti 2021). Hal ini terjadi karena teknologi tidak hanya dinikmati oleh orang dewasa tapi juga dinikmati oleh anak-anak yang menimbulkan dampak negatif berupa perubahan karakter pada siswa cenderung negatif, karena belum mampu menfilter informasi yang diterima.
Hasil observasi awal menunjukkan siswa belum memiliki pemahaman akan pentingnya nilai-nilai karakter Profil Pelajar Rahmatan Lil’Alamin. Madrasah Ibtidaiyah belum sepenuhnya menerapkan model pembelajaran untuk membangun karakter profil Pelajar Rahmatan Lil’alamin yang relevan dengan kakrateristik siswa Madrasah Ibtidaiyah. Pendidik mengalami kesulitan ketika ingin menyampaikan materi pembelajaran dengan suatu penyajian yang menarik tapi tetap Islami. Lembaga pendidikan menghadapi tantangan zaman berupa tuntutan untuk memiliki kemampuan menaklukan tantangan masa depan dan menjadi agent of change dalam perubahan masyarakat (Fitriana and Khoiri Ridlwan 2021). Juga harus beradapasi dengan Era Revolusi Industry 4.0 dan Era Society 5.0, sehingga sangat penting meluluskan pelajar yang memiliki karakter yang handal agar bisa survive dan sukses dalam berbagai aspek kehidupan.
Oleh karena itu, pengembangan model pembelajaran UT-10 merupakan bagian dari beberapa model pembelajaran berbasis spiritual sangat relevan dan urgen untuk mendukung suksesnya proses pembelajaran penguatan character building Profil Pelajar Rahmatan Lil Alamin, terutama untuk daerah Kalimatan Selatan jika ditinjau dari aspek sejarah, sosial dan budaya masyarakatnya sangat Islami. Tujuan Penelitian adalah mengembangkan model pembelajaran UT-10 untuk penguatan membangun karakter Profil Pelajar Rahmatan Lil’alamin pada Madrasah Ibtidaiyah. Adapun wilayah Kalimantan Selatan untuk membatasi skala wilayah penelitian untuk memudahkan akses dan ada kesamaan dari aspek sejarah dan sosial budaya, sehingga hasil penelitian diharapkan terjaga validitas dan realibitasnya.