Skip to content
EL PUBLISHER

EL PUBLISHER

Penerbit Buku dan Layanan Publikasi

FAKTOR-FAKTOR PEMBINAAN AGAMA ISLAM PADA REMAJA DI INSTANSI PEMBINAAN KHUSUS ANAK

Posted on September 22, 2022September 26, 2022 By Elpublisher Tak ada komentar pada FAKTOR-FAKTOR PEMBINAAN AGAMA ISLAM PADA REMAJA DI INSTANSI PEMBINAAN KHUSUS ANAK

Dr. Syaiful Bahri Djamarah, M.Ag.
Khaleyda Mariza Nuwairah, S.Pd

Editor
Usman Jayadi

Agama merupakan unsur penting dalam kehidupan masyarakat, tanpa agama hidup seseorang
akan merasa tidak tenang dan tentram dalam mengarungi kehidupan, dan agama yang diakui oleh
Allah adalah Islam. Agama, atau ketaatan kepada-Nya, ditandai oleh penyerahan diri secara mutlak kepada Allah Swt. Islam dalam arti penyerahan diri adalah hakikat yang ditetapkan Allah dan diajarkan oleh para Nabi sejak Nabi Adam AS hingga Nabi Muhammad Saw (Shihab 2011). Agama Islam adalah satu-satunya agama di sisi Allah yang diridhai. Agama Islam juga mengatur berbagai dimensi hubungan manusia dalam menjalani aspek kehidupan. Ia mengajarkan bagaimanamelakukan hubungan baik antara manusia dengan sang Khaliq, manusia dengan manusia, dan manusia dengan makhluk lainnya. Mempelajari dan mengamalkan agama Islam sangat diperlukan bagi penganutnya, agar tidak terjerumus pada hal-hal yang merugikan diri sendiri dan orang lain (Shihab 2011).

Pendidikan agama tidak terlepas dari pengajaran agama, yaitu pengetahuan yang ditujukan
pada pikiran, jiwa, dan kepribadian yang berisikan hukum-hukum, syarat-syarat, kewajiban-kewajiban,
batas-batas, dan norm-norma yang harus dilakukan (Shihab 2011). Pendidikan agama Islam adalah usaha yang berupa pengajaran, bimbingan, dan asuhan terhadap anak agar kelak selesai pendidikannya dapat memahami, menghayati, dan mengamalkan agama Islam, serta menjadikannya sebagai jalan kehidupan, baik pribadi maupunkehidupan masyarakat (Syafaat, A & Sahrani 2008)
Agama adalah suatu kewajiban yang harus dimiliki oleh manusia dan mereka bebas untuk menentukan agama apa yang dianutya, namun agama yang paling benar adalah agama Islam, dan setiap manusia udah beragama sejak dia dilahirkan kedunia. Biasanya agama yang dianut seorang anak sesuai dengan apa yang di anut oleh orang tuanya. Namun, tidak menutup kemungkinan bahwa sewaktu waktu agama yang di anut seorang anak akan berubah sesuai denggan terbentuknya karakteristik sang anak.

Anak mempunyai karakteristik yang berbeda dengan orang dewasa, sebuah pribadi yang unik dan
memiliki ciri khas, yaitu bertindak berdasarkan perasaan dan pikiran yang masih labil. Anak masih
sangat membutuhkan bimbingan,arahan, nasehat, dan pengawasan dari orang yang lebih dewasa(orang tua). Dikarenakan pada usia ini adalah masa perkembangan sikap tergantung atau ketergantungan (dependence) terhadap orang tua ke arah kemandirian (independence), minat-minat seksual, perenuangan diri, dan butuh perhatian lebih dari orang lain (Yusuf 2011).

Masa ini, anak juga mempunyai karakteristik gaya pemikiran egosentris, dimana lebih memikirkan
dirinya dan seolah-olah memandang dirinya sendiri dan seolah-olah memandang dirinya lebih tinggi
daripada lainnya. Apabila saat proses perkembangan anak tidak diperhatikan dengan bijaksana, berpotensi besar mereka akan banyak mengalami problem yang mengarah ke prilaku kurang baik. Diakui atau tidak, saat ini terjadi krisis yang nyata dan mengkhawatirkan mengenai prilaku yang terjadi pada anak. Realitas membuktikan bahwa masih banyak fenomena anak yang melakukan kegiatan kurang terpuji dan mengarah pada tindak kriminal sehingga harus berhadapan dengan hukum (Zubaedi 2011)

Ada beberapa hal yang menyebabkan anak melakukan kegiatan menyimpang, diantaranya:
pengaruh lingkungan, baik lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat. Seperti: Broken Home,
kurangnya pengawasan dan kasih sayang orang tua, pengaruh teman saat di sekolah, pengaruh budaya
asing yang negatif, dan kurangnya pelaksanaan nilai ajaran agama yang diterima anak (Yusuf 2011).

Dari data yang dikeluarkan oleh KPAI dan dilansir darim.kbr.id, mencatat bahwa adanya kenaikan
kasus pelanggarananak pada tahun 2018 lalu. Kenaikan tersebut dibilang cukup signifikan dari tahun 2017 hingga 2018. Ketua KPAImenyebutkan bahwa ada lebih dari 300 data pelanggaran hak anak yang awalnya di tahun 2017 ada 4.579 menjadi 4.885. Kemudian Susanto juga menyebutkan bahwa kasus anak berhadapan dengan hukum menduduki urutan pertama, yaitu mencapai 1.434 kasus. Kasus
pelanggaran terbanyak kedua adalah kasus terkait keluarga dan pengasuhan alternatif mencapai 875
kasus. Selain itu ada penggolongan kasus berdasarkan bidang yaitu seperti pronografi dan siber, kasus
pendidikan, kesehatan dan napza, trafiking dan eksploitasi, sosial dan anak dalam situasi darurat,
agama dan budaya, hak sipil dan partisipasi, dan kasus perlindungan anak lainnya.

Kejadian dan peristiwa yang melibatkan anak melakukan hal-hal tindak pidana, menunjukan bahwa
terjadi degredasi karakter pada diri anak, hal ini dimungkinkan pendidikan karakter yang diajarkan di
lingkungan keluarga dan sekolah belum maksimal pengaruhnya pada anak. Sehingga karakter dalam diri anak khususnya anak diIndonesia tersebut antara lain berupa perilaku atau tindakan menyimpang, seperti: kekerasan yang berujung pembunuhan pada anak, kegiatan yang menyimpang seperti mengedarkan narkoba, pelecehan seksual. Akibat yang ditimbulkan dari kejadian tersebut merupkan hal yang serius dan tidak lagi dianggap sebagai masalah biasa, akan tetapi sudah termasuk tindakan kriminal luar biasa (Yusuf 2011). Berawal dari perilaku menyimpang tersebut, maka anak berhadapan dengan hukum.

Ketentuan yuridis mengenai hukum anak di Indonesia didasarkan pada Undang-Undang No. 23
Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, UndangUndang No. 3 Tahun 1997 tentang pengadilan anak
yang digantikan dengan Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.
Berdasarkan ketentuan ini Negara Indonesia memiliki kewajiban untuk melindungi anak tanpa terkecuali. Salah satubentuk perlindungan terhadap anak adalah perlindungan pada saat anak berhadapan hukum (pidana), yaitu ketika mereka sedang menjalani proses peradilan pidana sejak diselidik, disidik, dituntut, disidang di pengadilan, dan akhirnya dijatuhi sanksi pidana jika mereka terbukti melakukan tindak pidana. Meskipun dalam segi umur masih tergolong dalam kategori anak, hukum tetap wajib menjamin perlindungan hak-haknya. Hal ini demi menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental dan sosial anak.

Ketentuan yuridis mengenai hukum anak di Indonesia didasarkan pada Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, UndangUndang No. 3 Tahun 1997 tentang pengadilan anak yang digantikan dengan Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.
Berdasarkan ketentuan ini Negara Indonesia memiliki kewajiban untuk melindungi anak tanpa terkecuali.
Salah satubentuk perlindungan terhadap anak adalah perlindungan pada saat anak berhadapan
hukum (pidana), yaitu ketika mereka sedang menjalani proses peradilan pidana sejak diselidik, disidik,
dituntut, disidang di pengadilan, dan akhirnya dijatuhi sanksi pidana jika mereka terbukti melakukan tindak pidana. Meskipun dalam segi umur masih tergolong dalam kategori anak, hukum tetap wajib menjamin perlindungan hak-haknya. Hal ini demi menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental dan sosial anak.

Setelah mengalami fase anak maka setiap manusia akan berkembang menjadi fase remaja. Yang dimana remaja itu adalah penduduk dalam rentang usia 10-19 tahun, menurutPeraturan Menteri Kesehatan RI
Nomor 25 Tahun 2014, remaja adalah penduduk dalam rentang usia 10-18 tahun dan menurut Badan
Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN) rentang usia remaja adalah 10-24 tahun dan belum
menikah. Masa remaja adalah masa peralihan atau maasatransisi dari anak menuju dewasa. Pada masa ini begitu pesat mengalami pertumbuhan dan perkembangan baik itu fisik maupun mental (Sobur
2003).
Ketika anak sudah memasuki usia remaja, maka akan banyak mengalami fase yang dimana mulai
mencri identitas diri, mulai berpikir sesuatu hal yang abstrak, ingin mendapatkan kebebasan dari oang
tuanya, hingaemosi yang mudah meletup-letup. Ketika seorang remaja jauhdari pengawasan orang tua maka disinilah mereka melakukan tindak kekerasan, dikarenakan pengaruh dari pergaulan yang salah atau mencontoh perbuatan dari yang dia lihat di media.

Secara data statistik tahun 2017 di Indonesia yang di lansir di laman tirto.id, remaja banyak terjerat
kasus tindak pidana kekerasan fisik (penganiayaan, pengeroyokan, perkelahian, dsb) sebanyak 112 pelaku, kekerasan psikis (ancaman, intimidasi, dsb) sebanyak 62 pelaku, kekerasan seksual (pemerkosaan, pencabulan, sodomi/pedofilia) sebanyak 188 pelaku, pembunuhan ada 64 pelaku, pencurian 55 pelaku, kecelakaan lalu lintas 93 pelaku, kepemilikan senjata tajam 23 pelaku, penculikan 34 pelaku, aborsi 58 pelaku, dan terorisme 17 pelaku (Tirto.Id n.d.) . Dari data diatas hampir 10% dari anak terjerat kasus kekerasan seksual, sungguh ironis kita lihat anakanak sebagaitombak harapan bangsa, generasi muda malah terjerat kasus dan di letakkan di Lembaga Pembinaan Khusus Anak. Hal ini tidak lepas dikarenakan kurangnya kasih sayang dari orang tua, dan juga pendidikan agama yang diajarkan oleh orang tuanya ataupun disekolahnya masih kurang sehingga anak mencari pemuasan psikologis diluar..

Lembaga Pembinaan Khusus Anak Di Kalimantan Selatan ternyata bukan hanya dihuni oleh narapidana anak, namun jugaada narapidana dewasa pria dan narapidana dewasa wanita. Berdasarkan data Tahun 2020 pada tanggal 1 Februari total jumlah penghuni ada 66 orang dengan perincian 50 orang anak dan 16 orang dewasa. Di Lembaga Pembinaan Khusus Anak Di Kalimantan Selatan seorang anak di bina layaknya pendidikan di pesantren. Anak anak disini dibekali layaknya pendidikan yang diterapkan di pesantren seperti ilmu pengetahuan umum, terlebih ilmu pengetahuan agama dan juga ketermpilan. Di LPKA Di Kalimantan Selatan diajarkan oleh orang-orang dari Kementerian Agama, para petugas dan pendidik yang ada di LPKA langsung sehingga mereka diajarkan seperti membaca Iqra, Alquran, dan diajarkan pula mengenai ilmu tajwidnya, kegitan keagamaan seperti tausyiah, shalat dan berzikir mengajarkan mereka untuk senantiasa mendekatkan diri kepada Allah SWT sehingga mereka yang berada di LembagaPembinaan Khusus Anak ini tidak ada bedanya dengan merekayang bersekolah di luar dari LPKA itu sendiri. Oleh karena itu peneliti ingin meneliti tentang bagaimana pembinaan agama Islam terhadap remaja di Lembaga Pembinaan Khusus Anak mengingat banyaknya kasus yang terjadi pada remaja karena kurangnya peran agama dalam pembinaan terhadap remaja serta kurangnya orang tua dalam mengajarkan pendidikan agama.

Faktor Pendukung Pembinaan Agama Islam. Wawancara yang penulis lakukan, penulis mendapati bahwa pembina di Instansi Pembinaan Khusus Anak Kelas I Martapura berasal dari lulusan
Sarjana Fakultas Dakwah untuk 2 orang ustadz yang juga bekerja sebagai Kelompok Kerja Penyuluh dari
Kementerian Agama Kabupaten Banjar, dan 1 orang ustadz lulusan dari Sarjana Fakultas Syariah yang juga bekerja sebagai penasehat nikah di Kantor Urusan Agama Martapura Timur. Pembina LPKA semuanya berasal dari lulusan Universitas Islam Negeri, hal ini tentunya sebagai penunjang dan mempermudah untuk membina anak didik dalam bidang keagamaan di LPKA karena ustadz
yang didatangkan juga berasal dari Universitas Islam.

Sehingga program pembinaan agama Islam yang dilaksanakan di LPKA berjalan sesuaidengan rancangan yang di buat oleh LPKA. Fungsi dari adanya pembina di Lembaga pembinaan Khusus Anak sebagai pembimbing,pembina dalam hal pelajaran agama yang memang seharusnya mereka dapatkan, sampai menjadi tempat anak didik berkeluh kesah mengenai masalah yang di hadapi serta agar anak didik menjadi lebih disiplin dan bisa mendalami dalam hal agama Islam serta menyadarkan mereka dari tindak kriminal yangpernah dilakukan. Berdasarkan keterangan yang penulisdapat dari para ustadz yang menjadi pembina di Lembaga Pembinaan Khusus Anak ketika melakukan wawancara sebagaimana yang penulis uraikan dalam penyajian data. Para ustadz berasal dari Universitas Islam Negeri
Fakultas Dakwah dan Fakultas Syariah hal ini menjadi penunjang bagi pembinaan di LPKA karena yang
membinanya adalah ustadz yang sudah berpengalaman di bidangnya.

Pengalaman yang dimiliki oleh para ustadz selain sebagai pembina di LPKA juga sebagai penasehat
atau pendakwah di lain tempat dibawah naungan Kementerian Agama bisa menjadikan mereka memiliki keilmuan agama yang cukup mumpuni di bidangnya masing-masing. Hal ini tentunya sesuai dengan pembinaan agama Islam yang mereka ajarkan untuk anak didik di LPKA.
Selain berperan sebagai pembina dan pembimbing dalam hal keagamaan, para ustadz juga
berperan sebagai tempat anak didik berkeluh kesah, sebagai orang yang menegur dan mengingatkan ketika ada hal yang kurang pantas dilakukannya selama berada di LPKA. Kedekatan yang dibangun oleh para ustadz akan membuat nyaman para anak didik untuk terbuka ketika sedang mengalami masalah atau kesulitan, sehingga permasalahan yang terjadi dapat diselesaikan segera.

  1. Faktor Motivasi
    Motivasi merupakan dorongan dari dalam diri, motivasi yang kuat akan meningkatkan semangat
    seseorang dalam mengerjakan sesuatu. Motivasi yang diberikan oleh orang tua sangat berperan penting
    dalam kelangsungan anak didik menjalani masa tahanan di LPKA, serta motivasi dari pembina juga
    sangat penting bagi anak didik untuk memberikan dorongan kepada proses jalannya program yang
    dilaksanakan. Berdasarkan wawancara yang penulis lakukan, penulis mendapati bahwasanya anak didik
    memiliki alasan yang hampir samadengan yang lain, di mana memiliki dorongan yang kuat untuk segera
    bebas dari LPKA dan bisa berkumpul kembali dengan keluarga.

Motivasi yang tinggi dapat meningkatkan semangat anak didik untuk melaksanakan kegiatan
pembinaan yang sudahterjadwal. Keinginan dari diri sendiri ini akan mendorong semangat mereka dalam mengikuti pembinaan keagamaan dan kegiatan yang lainnya. Pengalaman yang diberikan di LPKA juga bisa menjadi bekal mereka dalam melanjutkan hidup kedepannya untuk mencari usaha ketika anak didik sudah bebas.

. Faktor Penghambat Pembinaan Agama Islam

  1. Faktor Kesadaran Diri Anak Didik
    Kesadaran diri merupakan faktor yang sulit untuk dibentuk, karena hanya diri sendiri yang bisa membentuk kesadaran itu. Dengan jadwal kegiatan yang sudah disusunkan oleh para pembina dan staff
    di LPKA, tidak jarang ada anak didik yang menggunakan waktu- waktu tersebut untuk hal-hal lain yang tidak terlalu bermanfaat. Walau pembina dan staff di LPKA sudah mengusahakan menegur dan mengawasi kegiatan anak didik, ketika anak didik tersebut tidak memiliki keinginan dalam dirinya untuk tidak mengulangi perbuatannya,tak jarang dia akan mengulanginya lagi. Semua anak didik yang mengikutiprogram pembinaan agama Islam diberikan jadwal yang

sudah diaturkan oleh para staff LPKA dan para ustadz supaya kegiatan anak didik bisa lehih teratur
dan tidak terbentur dengan kegiatan-kegiatan lain yang ada di Lembaga Pembinaan Khusus Anak.
Jadwal yang sudah diaturkan tersebut tentunya sudah dipikirkan secara matang oleh para staff
LPKA dan para ustadz, walau demikian masih ada anak didik yang tidak patuh terhadap jadwal
tersebut. Kurangnya kesadaran diri untuk mengikuti jadwal yang ada memberikan dampak negatif pada
anak didik tersebut. Seperti anak didik yang saling berbicara dengan temannya yang lain, dan tidak
hadir dalam kegiatan pembinaan menyebabkan dampak negatif dalam diri anak didik itu sendiri.
Akibatnya anak didik akan tertinggal dengan materi yang diajarkan dan membuatnya kurang bisa
memahami dengan materi yangdisampaikan oleh ustadz.

2. Faktor Psikologis
Kesehatan badan dan ketenangan pikiran adalah salah satu hal yang dapat mempengaruhi seseorang dalam melaksanakan pembinaan. Anak idik yang mengikuti pembinaan adalah anak didik yang bertempat tinggal di LPKA, sehingga terkadang rasa rindu akan rumah dan orang tua akan mempengaruhi mereka dalam menerima pembinaan yangdilaksanakan. Kondisi anak didik yang berada di dalam LPKA yang tidak seperti ketika dia berada diluar LPKA yaitu terbiasa bebasdengan dunia luar juga menyebabkan anak didik mengalami penurunan dalam semangat ketika menjalani pembinaan yang ada di LPKA sehingga mempengaruhi konidisi psikologisnya. Ketenangan pikiran yng turun naik mempunyai dampak terhadap semangat anak didik dalam mengikuti setiap kegiatan pembinaan agama Islam. Anak didik yang jauh dari orang tua dan jarang dikunjungi menyebabkan rindu akan orang tua menjadipemicu semangat mereka turun

Semangat yang menurun mempengaruhi kegiatan pembinaan yangdiikuti oleh anak didik, sehingga kadang tidak mengikuti kegiatan pembinan dan materi pembinaan yang disampaikan oleh ustadz dan kegiatan pembinaan yang lain. Pembinaan yangdilaksanakan bagaikan angin lalu ketika hati tak tenang. Konsentrasi sering hilang ketika kegiatan pembinaan dan akhirnya ketika ditanya mereka tidak bisa menjawab. Hal ini disiasati oleh para ustadz atau staff atau tenaga konseling yang ada di LPKA dengan mengajar anak didik untuk berbicara dan mencarikan solusi dengan masalah yang sedang dihadapinya.

DAFTAR PUSTAKA
Ali, Zainuddin. 2008. Pendidikan Agama Islam. Jakarta: BumiAksara.
Amanah, Nina. 2014. Studi Agama Islam. Bandung: RemajaRosdakarya.
Amin, Samsul Munir. 2010. Bimbingan Konseling Islam. Jakarta: Amzah.
Banjarmasinpost.co.id. 2020. “LPKA Martapura Ramah Anak, Jadi Wadah Mempersiapkan Anak Binaan
Terjun Ke Masyarakat.” Banjarmasinpost.Co.Id. Retrieved October 27, 2020 (https://www.google.co.id/amp/s/banjarmasin.tribunnew s.com/amp/2019/01/25/kalselpedialpka-martapura- ramah-anak-jadi-wadahmempersiapkan-anak-binaan- terjun-kemasyarakat.).
Daradjat, Zakiah. 2011. Metodik Khusus Pengajaran AgamaIslam. Jakarta: Bumi Aksara.
Desmita. 2010. Psikologi Perkembangan. Bandung:Rosdakarya.
Djamarah, Syaiful Bahri. 2004. Pola Komunikasi Orang TuaDan Anak Dalam Keluarga. Jakarta: Rineka Cipta. Djamaris, Zainal Arifin. 1996. Islam Aqidah Dan Syariah. Jakarta: Raja Grafindo.
Djamil, M. Nasi. 2013. Anak Bukan Untuk Di Hukum. Jakarta:Sinar Gradika.
Gazalba, Sidi. 1992. Filsafat Dan Islam Tentang Manusia Dan Agama. edited by B. Bintang. Jakarta.
Gunawan, Heri. 2014. Pendidikan Islam. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Helmy, Masdar. 2019. Pernana Dakwah Dalam Pembinaan Umat. Semarang: Dies Natalies, IAIN Walisongo Semarang.Khozin. 2013. Khasanah Pendidikan Agama Islam.
Bandung:Remaja Rosdakarya. Muslih et al. 2008. Peranan Pendidikan Agama Islam
Dalam Mencegah Kenakalan Remaja. Jakarta: Rajawali Press.
Nata, Abuddin. 1999. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Logos Wacana Ilmu.
Poerwardaminta, W. J. .. 2007. Kamus Umum Bahasa Indonesia. III. Jakarta: Balai Pustaka.
Shihab, M. Quraish. 2011. Tafsir Al-Misbah. Jakarta: LenteraHati.
Sobur, Alex. 2003. Psikologi Umum Dalam Lintasan Sejarah.
Bandung: Pustaka Setia. Sudiyono. 2009. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Rineka Cipta.
Syafaat, A & Sahrani, Sohari. 2008. Pernan Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa. 2001. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Yulianto & Ernis, Yul. 2016. Lembaga Pembinaan Khusus Anak Dalam Perspektif Sistem Peradilan
Pidana Anak. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementrian
Hukum dan HAM RI.

Yusuf, Ali Anwar. 2003. Studi Agama Islam. Bandung:Pustaka Setia.
Yusuf, Syamsu. 2011. Psikologi Perkembangan Anak Dan Remaja. Bandung: Rosdakarya.
Zubaedi. 2011. Desain Pendidikan Karakter. Jakarta: KencanaPrenanda Media Groub

Pendidikan Agama Islam

Navigasi pos

Previous Post: POLITIK HUKUM
Next Post: PENGEMBANGAN MATERI PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI CALON GURU SD/MI BERWAWASAN LITERASI BARU DI PERGURUAN TINGGI

Buku Terbaru

AKTUALISASI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM MULTIKULTURAL DAN SAINS DI SEKOLAH/MADRASAH Pendidikan

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Archives

  • September 2024
  • Agustus 2024
  • Juli 2024
  • Juni 2024
  • Mei 2024
  • April 2024
  • Desember 2023
  • Agustus 2023
  • Juli 2023
  • Juni 2023
  • Februari 2023
  • Januari 2023
  • Desember 2022
  • November 2022
  • Oktober 2022
  • September 2022

Categories

  • Ekonomi
  • Hukum
  • MANAJEMEN
  • MANAJEMEN
  • manajemen keuangan
  • Manajemen Pendidikan
  • Metode Penelitian
  • Pendidikan
  • Pendidikan Agama Islam
  • Pendidikan Agama Islam
  • Politik
  • PSIKOLOGI
  • SEKOLAH INKLUSI
  • sosial
  • SOSIAL BUDAYA
  • SOSIAL BUDAYA
  • TEKNIK
  • TEKNIK
  • Uncategorized

Recent Posts

  • MANAJEMEN PEMBELAJARAN ERA MODERN
  • PROBLEMATIKA DAN PENGELOLAAN PENDIDIKAN
  • MANAJEMEN PEMBELAJARAN BERBASIS DATA GEOSPASIAL
  • PERENCANAAN PENDIDIKAN BERBASIS DATA GEOSPASIAL
  • FESTIVAL LAMPION

Recent Comments

  1. Eric Jones mengenai PENGEMBANGAN MATERI PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI CALON GURU SD/MI BERWAWASAN LITERASI BARU DI PERGURUAN TINGGI
  2. MarthaTropy mengenai KEANEKARAGAMAN MAKROZOOBENTOS DI SUNGAI BILAH LABUHANBATU
  3. Eric Jones mengenai PENGEMBANGAN MATERI PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI CALON GURU SD/MI BERWAWASAN LITERASI BARU DI PERGURUAN TINGGI
  4. Arnette Allison mengenai KOMPARASI DAN HUBUNGAN HUKUM OTONOMI DAERAH DENGAN HUKUM PERTAMBANGAN BATUBARA
  5. Eric Jones mengenai PENGEMBANGAN MATERI PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI CALON GURU SD/MI BERWAWASAN LITERASI BARU DI PERGURUAN TINGGI

Copyright © 2025 EL PUBLISHER.

Powered by PressBook Grid Blogs theme